Senin, 27 Agustus 2012

Kekasih Sejati


Prolog :
Guratan wajahmu kian keriput, di balik tatap lekat yang mengharu biru itu…. Kau duduk menatapku dari balik kerasnya ekspresi watak yang tak kenal ampun menantang dunia tuk beretorika dalam logika dan demi harumnya aroma nektar bagi masa mudaku. Untukmu…pria kekasih jiwaku…

Entah berapa kali aku bertelut dalam keheningan, memejamkan mata mencoba menyelami relung jiwamu di balik tutur sapa suara beratmu itu; menyapaku dengan hangat dari balik benang frekuensi dalam untaian beberapa jam kemudian di penghujung pagi tuk sekedar mengetahui sebuah arti ucapan ‘baik-baik saja’ dariku…
Dan sekejap saja, ada kisah yang tengah berputar kembali dalam rinai leburan suara beratmu yang masih terekam jelas ketika seonggok daging kecil usia belia melekat pada tulangku. Masih terpatri dengan jelas di dalam sini pula, ketika jari-jemari kasar dan tak kenal lelah milikmu, mengalamatkannya di dahiku dan sekitarnya, dua atau tiga kali dalam sehari…

Tak tertinggal pula dentingan enam senar itu kau petik menjejal filosofi tanggal nada satu per satu, di balik tetesan keringat yang masih tertinggal di beranda, hanya tuk menghiburku…Ya…senandung simfoni tua melodi indah Vince Gill yang kau yakini sebagai titisan sepenggal hasrat dan jiwa masa mudamu bagi wanita yang kau cintai yang sekarang berada di sampingmu menapaki usia senja….ibuku tercinta…

Dan ketika malam tiba, kau torehkan beberapa jalinan aksara filosofi bersayap sebagai lamping usang yang sekarang ini, sedang merayuku tuk terlena dalam sebuah detak haru biru, tersenyum kelabu, di antara dinding kalbu, walau tak sekuat amukkan gelombang…tertatih sendu merambat……namun tetap kuat menguak halimun waktu dan saat…..Kehidupanmu telah memerciki jiwaku tatkala pasutri kesedihan dan air mata menjejal ketegaranku. “Aku harus kuat!!! Hmm…sepenggal kalimat lazim yang selalu diucapkan seorang ayah…

Jujur saja, aku merindumu….pria kekasih jiwaku….cukup sudah tetes keringatmu membasahi beranda yang mungkin dibarengi air mata, betapa kau belum melakukan yang terbaik untukku. Cukup sudah lelahmu kau torehkan untukku, karena aku takkan mampu membayarnya dengan beberapa lembar kesuksesan di balik map biru itu…
Kesetiaanmu membungkan mulutku, tentang betapa dalamnya sebuah pelukan hangat yang terselip di antara 7777 sulaman nasehat bijak seperti biasanya.

Hei…pria kekasih jiwaku…ku rindu tuk menyeruput secangkir kopi hangat bersamamu ketika sore tiba, dan memetik enam senar itu kemudian, ketika malam merambat…membisik nada-nada syahdu tuk menghantar 500 anemon liar dan flamboyan terlelap dalam keheningan peri malam…

Aku masih di sini…memutar ulang kenangan masa lampau tuk melihat sejenak dalam ingatanku, senyum kekarmu di balik ekspresi watak kerasmu yang mulai memudar, seirama dengan simfoni indah bunyi enam senar accoustic dengan komposisi melodi sulit yang dilantun Andy Mckee “For My Father” yang serentak saja menahbiskan sepenggal kata nisbat pada jiwaku karena aku memilikimu. Aku terus berharap tuk memelukmu suatu saat nanti walau usiaku terus membuntuti, menghujani masa muda dengan kepastian akan kesementaraan…


Aku mengagumi, pria kekasih jiwaku…
Aku menyayangimu apa adanya, walau sisi mudamu, tak muda lagi…

Untukmu dan hanya untukmu selalu....
Ayahku tercinta…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar